“Saya tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang guru, dulu saya koki ( chef) jadi tidak ada pengalaman mengajar. Namun garis tangan berkata lain, tahun 2007 saya menjadi guru Sukwan ( sukarelawan) di daerah pesisir Pantura" kata H.Dudung


Sebagai seorang guru Sukwan maka harus patuh dengan kesepakatan yaitu tidak menuntut diangkat menjadi PNS dan tidak menuntut mendapatkan gaji. Jadi pada dasarnya guru sukwan hanya akan mendapatkan gaji sesuai kebijakan kepala sekolah.

" Saya mendapatkan insentif sebagai guru sukwan setiap bulannya Rp.100.000.- dibayarkan tiga bulan sekali dan itu berlangsung selama 3 tahun. Setelah itu baru ada kenaikan menjadi Rp.150.000.- perbulan. Sebenarnya dengan penghasilan seperti sangat tidak cukup apalagi saya sudah punya keluarga dan anak satu. Namun saya ikhlas dan sabar, saya percaya kalau ini jalan hidup saya maka pasti ada kebaikan didalamnya " ujar H. Dudung sambil memejamkan mata seolah mengingatkan peristiwa beberapa tahun ke belakang.


Masih menurut H. Dudung Sulaeman, untuk menuju ke tempat mengajar dari rumahnya menempuh jarak kurang lebih 10 KM, menempuh jalan berkerikil dan jalan berlumpur.

" Saya waktu itu tidak punya kendaraan bermotor jadi berangkat sekolah menggunakan sepeda yang saya pinjam dari kakak saya. Dengan sepeda itu saya harus menempuh perjalanan jauh, terlebih akses ke sana juga sangat memprihatinkan, apalagi kalau musim hujan maka jalan berlumpur serta banjir sebab dikanan kirinya ada sawah dan sungai, tapi karena ini kewajiban, saya harus ikhlas" kata H. Dudung Sulaeman.

Karena jarak tempuh yang jauh, maka H. Dudung Sulaeman berangkat mengajar dari jam.05.10 WIB, dan sampai di sekolah pada jam.06.10 WIB.

" Biasanya saya berangkat tidak pakai seragam mengajar, tapi pakai kaos biasa sebab kalau langsung pakai seragam akan basah oleh keringat. Seragam mengajar disimpan didalam tas, jadi saya sampai ke sekolah harus mandi lagi dan berganti seragam mengajar " 

Lebih lanjut H. Dudung Sulaeman menyampaikan bahwa untuk pulang ke rumah setelah mengajar harus pulang sore sebab cuaca di daerah Pantura sangatlah panas.


" Cuaca di daerah Pantura itu panas sebab dekat pantai, jadi saya kalau mau pulang ke rumah harus menunggu sore bahkan senja. Selama  satu tahun seperti itu perjuangan saya untuk mencerdaskan anak bangsa dan setelah itu barulah saya pindah mengontak di dekat sekolah. Dengan modal 3 bulan insentif, saya beserta istri membuka warung kecil-kecilan. Alhamdulillah sejak saat itu kehidupan kami mulai berkembang " kata H. Dudung sambil meneteskan air mata mengenang kisahnya itu.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya, jika Ia akan mengabdi di daerah pelosok Pantura, sebuah kawasan yang minim mendapat sentuhan pembangun namun meskipun demikian, pendidikan tetap harus menjadi prioritas bagi siapapun yang sudah masuk ke dalamnya, meski harus mengulum kisah getir di setiap harinya.

“Lama kelamaan saya ikhlas dengan kondisi ini, toh anak-anak disini sangat butuh pendidikan juga, jadi saya senang dan bersyukur bisa membagi ilmu disini,” cetusnya mengenang peristiwa 16 tahun yang lalu ( Han )